wong pekalongan

Jumat, 20 Oktober 2017

HADITS SEBAGAI LANDASAN HUKUM ISLAM

MAKALAH

HADIST SEBAGAI LANDASAN HUKUM ISLAM

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Alqur’an hadist
dosen pengampu : Arif Nuh Sapri situmorang  M,hum







Disusun oleh

M. Fahad khaidar : 17.21.1390


BERANDAL PEKALONGAN  




FAKULTAS USHULUDDIN PRODI ILMU HADIST
INSTITUT ILMU ALQUR’AN (IIQ)
YOGYAKARTA
2017












BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Hadist disepakati oleh seluruh umat islam sebagai landasan hukum kedua setelah alqur’an. Sejak dibukukan nya hadist pada zaman khalifah umar bin abdul aziz, umat islam semakin leluasa mengkaji hadist hadist rosululloh yang dijadikan pedoman hidup. Alqur’an memang pedoman utama dalam agama islam namun alqur’an tanpa hadist sebagai pentafsir maka akan sulit memahami kalamulloh tersebut. Hadist sendiri bisa diartikan sebagai sunah nabi , atau segala hal yang disandarkan nabi baik perkataan, perbuatan maupun iqrar (pengakuan). secara logika(aqli) hadist sudah cukup untuk dijadikan hujjah dalam masalah syariat islam, karna pada prinsip nya hadist adalah segala hal yang disandarkan kepada rosululloh. Rosululloh adalah ujung tombak segala ilmu keislaman. Ketika dalam alqur’ar ditemukan ayat yang mendasari sebuah hukum syara’ tetapi alqur’an hanya mengisyaratkan secara global tanpa mendefinisikan tata cara pelaksanaan nya maka konsekuensi nya tidak ada yang lain kecuali rosululloh sebagai rujukan. Pada era rosululloh muhammad saw, tidak pernah ditemukan masalah syara’ yang sampai berkepanjangan, karna rosululloh ada tengah tengah umat muslim kala itu sebagai sumber jawaban setiap masalah yang muncul. Setelah rosululloh wafat, maka apa yang ditinggalkan beliau dijadikan pedoman yakni alqur’an dan alhadist bagi seluruh umat muslim.
Ketika alqur’an tak cukup memberikan penjelasan tentang pelaksanaan hukum Alloh, maka hadist sebagai penjelas atau pentafsir ketentuan memahami alqur’an. Seperti contoh hukum potong tangan bagi sipencuri. Dalam alqur’an tidak dijelaskan bagaimana memotong tangan nya ataupun mencuri yang bagaimana sehingga terkena hukum potong tangan, disini peran hadist dibutuhkan untuk menjelaskan secara gamblang tentang kasus tersebut.
Dalam alqur’an dijelaskan bahwa rosululloh saw itu tidak berbicara dengan hawa nafsu tetapi perkataan nya adalah wahyu yang diturunkan Alloh. Disini menunjukan bahwa apa saja yang dilakukan rosululloh adalah apa yang dikehendaki Alloh, artinya jika alqu’an adalah kalamulloh dan hadist adalah segala hal yang diisnadkan kepada rosululloh maka kedua nya adalah sama sama sumber hukum Alloh. Secara nalar kedua nya tidak mungkin bertentangan bahkan bisa dikatakan kedua nya saling menguatkan dan melengkapi. Walaupun tidak memungkiri pada kenyataan nya kadang ada hadist yang perintah nya seolah tidak sejalan dengan apa yang disampaikan alqur’an.

Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksut dengan hadist ?
2. Bagaimana kedudukan hadist sebagai sumber hukum ?
3. Apakah fungsi hadis ?
TUJUAN
Tujuan kami membuat makalah ini untuk mengetaui lebih dalam tentang hadis sebagai sumber hukum islam, apa saja dalil kehujahan hadis dan fungsi hadis terhadap al-qur’an. Dan kedudukan hadist sebagai landasan hukum. Semoga bermanfaat .




BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian hadist

Hadist secara etimologi adalah aljadid artinya sesuatu yang baru lawan dari alqodim yang artinya sesuatu yang lampau seperti contoh ucapan كُلُ ما سوى الله عالم والعالم حديث(segala sesuatu selain Alloh adalah alam, dan alam adalah sesuatu yang baru). Hadist juga disebut khobar yang berarti berita , yaitu sesuatu yang dibicarakan dan dipindahkan dari seseorang ke orang lain, seperti contoh dalam firman Alloh :هل (sudah datangkah kepadamu khabar{tentang} hari pembalasan) اتاك حديث الغاشية. Sedangkan menurut istilah (terminologi), para ahli memberikan definisi  (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya. Orang kuwait mendefinisikan seperti ini : مَا جاءَ عَنِ النّبيّ صلّي الله عليه وسلّم سوَاءٌ كان قولاً او فِعلاً او تقريراً
Artinya : sesuatu yang datang dari nabi saw baik ucapan perbuatan ataupun persetujuan.
Hadist secara terminilogi adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan (takrir). syaikh hasan mas’udy berkata : sesungguh nya hadist menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada rosululloh SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan.
Hadits dibagi menjadi tiga  macam, yaitu:
1.  hadist  Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah Yang dimaksud dgn perkataan Nabi Muhammad shalallahu'alaihiwasalam. ialah perkataan yg pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang syariat akidah akhlak pendidikan dan sebagainyayang ada hubungannya dengan pembinaan hukum Islam. Contoh :
(إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (رواه البخارى ومسلم
“Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan)”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. hadist Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah merupakan penjelasan praktis dari peraturan-peraturan yg belum jelas cara pelaksanaannya yang diberitakan para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain.contoh :
( صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ اُصَلِّيْ (رواه البخارى ومسلم عن مالك
Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Malik ibn Huwairits)
Maka sholat harus dilakukan sesuai dengan sholat yang dilakukan rosululloh.
3.   hadist Taqriryah, yaitu segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap apa yang datang dari Sahabatnya.Nabi SAW membiarkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat,setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai pelakunya maupun perbuatanya. Contoh Diriwatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid memakan dhab (sejenis biawak) yang kemudian dihidangkan kepada Nabi saw, akan tetapi Nabi enggan untuk memakannya. Lalu sebagian sahabat (Khalid) bertanya: “Apakah kita diharamkan makan dhab, wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab :
لاَ، وَلَكِنَّهُ لَيْسَ فِى اَرْضِ قَوْمِي، كُلُوْا فَإِنَّهُ حَلَالٌ
“Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (oleh karena itu aku tidak suka memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia (dhab) halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Tentang kata dhob yang diartikan biawak atau dalam bahasa inggris nya lizard. Banyak yang mempertanyakan apakah dhob/biawak di negara lain hewan nya sesuai yang dimaksut dalam hadist tersebut ? , bagaimana jika tidak sesuai ?. tetapi tentu para ulama almufassirin dalam mentafsirkan setiap kata tidaklah sembarangan dan penuh tanggung jawab. Lagi pula dalam konteks hadist itu bisa dikatakan menekankan ibroh nya dari apa yang dimaksut iqar dari pada faktual nya.  
Ulama Usul Fikih menetapkan perbuatan Nabi terbagi atas beberapa bagian :
1.  Jibilli (tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at seperti makan, minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk perorangan maupun umatnya
2.  Qurb (pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang seumpamanya
3.  Mu’amalah (hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan dan lain-lain.
Istilah-istilah dalam hadits :
a) Matan yaitu redaksi hadist.
b) Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadist rosululloh saw.
c) Sanad yaitu rangkaian para perawi hadits yang bersambung dari satu perawi kepada perawi lainnya. Berawal dari para shahabat, seperti Abu Hurairah, Aisyah, Ibnu Umar hingga kepada orang yang membukukannya seperti Imam Bukhari, Muslim dan sterus nya.
d) Thobaqoh yaitu sebuah ilmu untuk mengenali, menggolongkan dan mengidentifikasi seorang perawi, apakah dia masuk ke dalam golongan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, ataupun masa setelahnya
B. Kedudukan hadist sebagai landasan hukum 
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman bagi umat islam . Karena itu beliau ma’shum (bersih dari dosa). Dengan demikian pada hakekatnya hadist Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada ummat dengan cara beliau sendiri. Alloh berfirman :
(النحل:44)............. بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,(QS. An-Nahl 44).
Istilah  bahasa arab, bayyinat, berarti bukti-bukti jelas dari misi kenabian, juga mukjizat dan kata zubur adalah bentuk jamak dari zabur yang berarti “kitab langit”. Ayat ini mungkin merujuk pada 2 jenis wahyu: yang pertama adalah al-quran yang merupakan milik semua manusia,dan yang kedua adalah penafsiran dan penjelasan tentang al-quran, yang khusus bagi Nabi Saw.Jadi maksudnya kira-kira, “kami mengirimkan kepadamua dz-dzkir agar kamu menjelaskan penafsiran al-quran yang telah diturunkan untuk umat manusia.
Berbicara kepada Nabi saw, Allah menyatakan “Kami mewahyukan kepadamu adz-dzikr (al-quran) ini agar kamu menjelaskan kepada mereka apa yang diturunkan kepada umat manusia, dan agar mereka merenungkan ayat-ayat ini serta kewajiban-kewajiban mereka.”
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban Nabi Muhammad Saw untuk menjelaskan al-quran, sementara kewajiban manusia adalah menerima penjelasan-penjelasan tersebut atas dasar pemikiran yang sehat. Sebab, al-quran adalah adz-dzikr atau ‘pengingat’, dan di saat yang sama merupakan cara untuk mengundang perhatian manusia, seraya menjauhkannya dari kealpaan, kelupaan, dan perilaku keliru.  Karna sudah menjadi watak manusia jika salah dan lupa. Dengan cahaya alqur’an dan alhadist manusia akan menjadi manusia yang sesungguh nya.

untuk memahami hadis sebagai sumber hukum setelah alqur’an, dapat di lihat dari dalil-dalil baik berupa dalil naqli maupun dalil aqli
1) Dalil alqur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang datng daripada Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah  :

مَّا كَانَ اللّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَآ أَنتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىَ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللّهَ يَجْتَبِي مِن رُّسُلِهِ مَن يَشَاء فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَإِن تُؤْمِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ  (Qs.ali imran: 179)

artinya :  Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Allah menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang di-kehendaki-Nya di antara Rasul-Rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali ‘Imraan:179)

Hal ini juga dikuatkan dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَن (Qs:annisa:136) يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

artinya : Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Qs : An-nisa : 136)

Ta’at kepada rosululloh adalah salah satu yang diwajibkan sebagaimana yang dijelaskan oleh surat an-nisa ayat 136. Maka hadits yang notabe nya adalah apa saja yang disandarkan kepada rosululloh adalah wajib untuk dita’ati sesuai perintah.  
2) Dalil hadist
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:

(رواه مالك) تَرَكـْتُ فِـيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّـكْتُمْ بِهِماَ كِـتَابَ اللهِ وَ سُـنَّةَ نَبِيِّهِ
artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Malik)

Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
3) Ijma’ petunjuk para ulama
muhammad al katib al ajjaj berkata :

 فالقرأنُ والسنّة مصدران تشرعان متلازمان لم يكن لمسلم أن يفهم التشريعة الا بالرجوع اليهما معاً ولا غنّى للمجتهد أو عالم مِن احد هما
artinya :  alqur’an dan as-sunah(alhadist) merupakan dua sumber hukum syariat yang tetap. Dimana orang islam tidak akan mampu memahami syari’at islam tanpa kembali kepada kedua sumberhukum islam tersebut. Ulama mujtahid atau orang alim pun tidak dibolehkan mencukupkan diri dengan salah satu dari kedua nya.
Menurut jumhur ulama, kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam dipandang dari segi status nya, menempati urutan yang kedua setelah alqur’an. hal ini dikarenakan petunjuk dalam alqur’an tentang ta’at kepada rosululloh merupakan qoth’i dilalah(dalil pasti). Berbeda dengan pengambilan hukum  zhanny dilalah(dalil anggapan) yang masih bisa ditakwil dengan makna lain atau makna yang lebih luas.
4) Petunjuk akal
Beriman kepada rosululloh saw adalah salah satu rukun iman yang enam  harus diyakini oleh setiap muslim.perintah nya pun diambil dari firman Alloh dalam alqur’an. Bila keimanan diakui oleh orang muslim untuk mengimani rosululloh maka konsekuensi Logis nya harus menerima segala sesuatu yang datang dari nya dalam urusan agama, karna Alloh telah memilih nya sebagai penyampai risalah yang juga berkenaan dalam urusan syari’at islam. Dengan demikian menerima hadist sebagai hujjah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keimanan seseorang. Bila tidak menerima hadits sebagai hujjah maka sama halnya tidak beriman kepada rosululloh. Sedangkan firman Alloh memerintahkan untuk beriman. Maka orang yang tidak menerima hadits rosululloh sebagai hujjah bisa disebut kafir.
C. FUNGSI HADIS TERHADAP ALQUR’AN
Hubungan antara hadist dengan alqur’an sangat integral. Kedua nya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain nya karena kedua nya berdasarkan wahyu dari Alloh SWT yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat nya. Hanya saja proses penyampaian nya yang berbeda.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelum nya dalam surat an-nahl ayat 44, salah satu fungsi alhadist adalah bayan(penjelas), yakni berfungsi menjelaskan kepada manusia tentang ayatulloh. Bayan sendiri diperinci menjadi beberapa bagian.
a) Bayan at-taqrir
Bayanut taqrir disebut juga dengan bayan at-ta’qid dan bayan al-isbat, yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan dalam al-quran. Mengungkapkan kembali apa yang dimuat dan terdapat dalam al-qur’an.Jadi ketika dalam alqur’an telah dijelasakan suatu perkara, dimana alqur’an menerangkan perkara yang sudah pasti atau merupakan suatu hukum yang bersifat qoth’i dilalah, hadist hadir membicarakan perkara yang sama seperti apa yang disampaikan alqur’an. Disini hadist berperan sebagai pentaqrir hukum tersebut. Seperti contoh dalam hadits rosululloh bersabda      :

(رواه مسلم ) إِذَ رَأَيْتًمُوْهُ فَصُوْ مًوْاوَإِذَارَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا

artinya : “apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuasalah, begitu pula apabila melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah. (H.R. Muslim )
hadits tersebut memperkuat eksistensi dari albaqoroh ayat 185 . yang berbunyi :

(البقرة: ١٨٥) فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
artinya : , barang siapa mempersaksikan waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa…” (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Karena ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-quran.
b) Bayan at-tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum. Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43
واقيموا الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
artinya : dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Dan dalam hadits rosululloh SAW bersabda :

صلوا كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
artinya : Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR.Bukhori.)
 
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi masih mubham tidak dirinci atau dijelaskan bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang baik dan benar.
c)  Bayan At-Tasyri’
Bayan at-tasyri’ adalah penjelasan yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i yang tidak didapati nash nya dalam al-qur’an. Bayan ini disebut juga bayan za’id ala alkitab alkarim.artinya suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja, kemudian rosululloh menambahkah nya. Contoh :

إن رسول الله صلي الله عليه وسلم فرض زكاة الفطرمن رمضا ن علي النا س صاعا من تمرأوصاعا من (رواه المسلم ) شعيرعلي كل حراوعبد ذكر أو أنثي من المسلمين
artinya :  “Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulam Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.”

Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru
Bayan Al-Nasakh 
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan). yakni mengganti (nasakh) hukum yang ada dalam alqur’an. Menurut ulama hanafiyah dengan syarat hadis mutawatir atau masyhur.contoh hadist yang berfungsi bayan nasakh :

لا وصية لوارث artinya tidak ada wasiat ahli waris
Hadist ini menaskh firman Allah :

  (البقرة : 180) كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين بالمعروف  المتقين على حقا

artinya : diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqoroh : 180).

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Al-Hadits merupakan sumber kedua bagi ajaran Islam, dialah sumber yang paling luas, yang terinci penjelasannya, dan paling lengkap susunannya. Sunnah memberikan perhatian yang penuh dalam menjelaskan Al-Qur’an. Oleh sebab itu, tidaklah seharusnya dalam urusan istinbat hukum Islam, orang mencukupkan Al-Qur’an saja, tanpa membutuhkan penjelasan dari As-Sunnah.
Maka dari itulah, jangan terlalu mudah kita mengambil suatu hukum dari Al-Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu apakah ada hadits yang menjelaskan tentang ayat tersebut.
Marilah kita gali potensi kemampuan kita dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits agar kita mampu memahami agama dengan baik dan benar.
Al-qur’an dan Hadits adalah sebagi pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist adalah sumber hukum islam kedua setelah al-quran.
Fungsi hadits sebagai penjelas(bayan) terhadap Al-qur’an mempunyai empat(4) macam, yaitu:
1. Bayan Al-Taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an
2. Bayan Al-Tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan(taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
3. Bayan At-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja
4. Bayan At-Nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian
Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam:
Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh. Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, dan bayan takhsis.

DAFTAR PUSTAKA :
Ilmu hadist limadrasah aliyah mamba’ussholihin
Abdul majid khon , ulumul hadist (AMZAH, jakarta 2007)
Hafidz hasan almas’udy, minhatul mughis (maktabah alhidayah , surabaya)
Ahmad zuhri, ulumul hadist (CV.manhaji, medan, 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar